Kamis, 13 Februari 2014

Life's still good

It's a new term...

Sama halnya dengan semester kemarin, semangat ini tidak begitu terperbaharui sampai akhirnya saya menyadari.. Maybe it's the time for me to taking a topic on Internship.
Yah...udah lama nggak buka-buka ini blog, hiatus selama berbulan-bulan. Hal tersebut dikarenakan kesibukan saya di semester lalu yang membutuhkan banyak perhatian seperti praktikum dan mata kuliah lain. Setidaknya praktikum kemarin mungkin the best i've ever got, meskipun dari segi ilmu teoritis masih kurang terutama sistem kendali, akan tetapi i just felt that i've been through it, practically.

Singkatnya setelah semester kemarin berakhir, saya secara umum merasakan sedikit improvement dari proses belajar saya, namun ketika dihadapkan pada page nilai  yang keluar satu persatu, maka saya mulai ragu apa yang sudah saya pelajari selama effectively empat bulan itu. Thanks God, it's not bad at all compared to what i've got the other terms. Oke, liburan sebulan akhirnya tiba dan saya memutuskan untuk menjalankan mudik. That was one of the random journey i've ever got. Berhubung harga tiket pesawat yang melambung, saya akhirnya bela-belain untuk transit di kota Pekanbaru - maklum saya belum pernah ke sana - dengan alasan untuk sekedar melihat-lihat alias ngebolang meskipun tidak begitu berkesan karena saya tidak beranjak keluar dari bandara. Pada akhirnya penyesalanlah yang datang karena memilih maskapai yang menurut saya adalah not suited up for me.

Ok.i think i should've  stopped here. Liburan bulan Januari lalu saya harap merupakan waktu yang paling tepat untuk saya meningkatkan qulity time bareng keluarga, ternyata..it was far away from what i'd thought it would be. Selama liburan banyak personal project yang terbengkalai, pada akhirnya, there were no plans worked out, bahkan tidak lagi kepikiran untuk memulainya. Yah mungkin bukan nasib saya karena banyak coincidences yang terjadi tanpa diduga-duga..i don't intend to blame any other persons.

Di akhir minggu liburan, saya mendapat tawaran dari teman untuk kerja praktek di salah satu site pembangkit listrik. Soal kerja praktek, saya juga sudah memikirkannya jauh-jauh hari, namun ternyata tidak semudah itu. Kerja praktek - dari pandangan saya - membutuhkan persiapan yang matang dan direncanakan jauh-jauh hari. Semester ini saya dan kebanyakan teman-teman mengambil 2 sks untuk kerja praktek. And we haven't had any proposal yet. Saya rasa saya turut menyumbang belum diselesaikannya proposal itu berhubung saya belum mengurus surat pengantar departemen. Dan ternyata saya baru tahu kalau di kampus saya bisa apply sekitar 3 sampai 4 perusahaan untuk kerja praktek. Disinilah saya seperti orang yang kebakaran jenggot. Langsung saja saya  browsing di internet siapa tahu ada yang iseng-iseng nge-share pengalaman mereka kerja praktek melalui blog. Hasilnya adalah kebanyak dari blogger tersebut ternyata kerja praktek di oil & gas Company seperti Chevron Pacific Industry (CPI), Total, atau perusahan kontraktor seperti Pertamina Energi, atau Medco E&P. Honestly, they just gave me a large insight of what i've never thought before. Bersamaan dengan itu, semakin banyak ketakutan dan rasa tidak percaya  diri secara untuk perusahan perminyakan yang berskala besar setiap tahunnya ada ratusan orang yang apply  untuk kerja praktek atau tugas akhir, sementara yang terpilih hanya beberapa orang saja. Tapi ada satu blog yang memuat hmm sejenis tips and tricks kerja praktek..ada benernya juga sih, kalau mahasiswa sekarang kebanyakan menjalankan kerja praktek dengan mengincar perusahaan-perusahaan besar - including me- padahal yang penting itu adalah learning-based. Pada intinya adalah, mungkin kerja praktek itu tidak semudah yang saya bayangkan, dan mungkin benar - seperti kata senior- cuma nyusahin dan ngerepotin orang-orang yang kerja disitu aja.

By the way,  Natal kemarin saya baru saja membaca buku seri zodiak karangan mbak Ayu Utami and friends yang notabene diasuhnya  dalam kelas menulis di Salihara, dan tentu saja saya langsung membeli seri Capricorn yang ternyata setelah dibaca-baca sangat cocok dengan saya ini, hehehe. I'm just too happy to know what the capricorn is, that - again- suited up me so well.
Buku tersebut terdiri dari beberapa cerpen yang dikarang oleh mbak Ayu Utami dan aspiring writer lainnya. Uniknya adalah novel-novel tersebut terdiri  dari kisah-kisah yang berbeda tentang orang-orang Capricorn namun kesemuanya membentuk tali yang berhubungan  - katakanlah sebuah lingkaran atau sejenis network  yang tali-menali. Mungkin ada satu cerpen yang saya duga-duga out of the network karena setelah saya coba jalin  network itu ada yang  missing dari cerpen yang satu itu. Oke, hal lain yang saya tarik dengan kuat adalah sifat dari orang-orang Capricorn yang cenderung ingin berada di atas, namun ketika dia tahu dia tak bisa mendapatkannya dengan mudah atau lebih cepat, dia akan bersabar menunggu waktu yang tepat- earthy...huhu beberapa hal sangat cocok dengan saya.  

Anyway it just suited up me so well, seperti melihat cerminan diri kita pada orang lain. Satu hal lagi yang menurut saya agak coincidence yaitu dinyatakan bahwa kambing gunung (Capricorn) tidak terbentuk dalam satu komunitas, namun hidup yang cenderung individual (tidak berarti individualistis dalam kehidupan nyata), artinya bahkan dengan sesama Capricorn tetap ada rasa persaingan. Hal inilah yang saya temukan pada dua cerpen di buku ini. Dua pasang orang-orang yang berzodiak Capricorn menemukan dalam diri mereka bahwa meskipun ada kesamaan-kesamaan dari masing-masing individu, mereka tidak memandang hal tersebut sebagai suatu kecocokan- seperti halnya puzzle - tidak juga memandang itu sebagai hal yang kontra, namun bisa dilihat seakan-akan kesamaan itu adalah suatu yang negatif yang tidak bisa berdampingan atau sejalan dikarenakan kecenderungan akan ambisi dan ingin mengalahkan. Ini kebetulan sekali dengan ramalan bintang yang pernah saya lihat di sebuah majalah bertahun-tahun yang lalu. Orang-orang Capricorn cenderung memiliki kesamaan dengan orang-orang zodiak lain yang berelemen sama, yaitu bumi - Taurus dan Virgo. Namun dalam hal hidup bersama (anda tahu kira-kira itu bagian apa) Capricorn adalah orang yang tidak dapat bersanding dengan Capricorn lain, akan ada mismatched. Sekarang saya memikirkan kenapa dulu saya tidak kepikiran saja masuk Psikologi atau Filsafat haha.

Back to campus life. Akhirnya saya mengambil peminatan tenaga listrik secara dari empat peminatan yang ada saya merasa lebih cocok ke tenaga listrik dan elektronika. Mata kuliah departemen yang ada tinggal dua lagi yaitu Teknik Telekomunikasi dan Ekonomi manajemen Teknik ....mudah-mudahan lulus tanpa perlu mengulang lagi. Mata kuliah yang terkait dengan Telekomunikasi sebenarnya cukup menarik bagi saya, namun dilihat dari segi general knowledge saja hahaha..kalau sudah berhubungan dengan koding-koding dan bandwidth, gain, radiation pattern, wave atau convoluted signal ..saya lebih memilih mundur. Setidaknya kemarin sudah mengambil mata kuliah Antena dan Propagasi, kata bu dosen bisa dijadikan latihan atau sejenis pre-preparation untuk pembuatan skripsi nanti.

Dikutip dari renungan hari ini
Makna hidup adalah untuk menemukan bakat Anda. Tujuan hidup adalah untuk memberikannya.
 - Anonim

He's the one i could count on, He is my strength that lifts me up through the hardnesses.

Senin, 02 September 2013

Bilangan Fu

Suatu hari saya kembali lagi mengunjungi toko buku terdekat untuk melihat buku-buku apa yang kira-kira cocok untuk dibeli dan dibaca.



Awalnya saya ingin membeli buku karangan Ayu Utami, Cerita Cinta Enrico, namun tiba-tiba mata saya tertuju pada buku tebal di sampingnya. Buku induk Bilangan Fu!!!!
Selama ini saya sudah search melalui web apa kira-kira buku tersebut masih ada di jual di toko-toko Gramedia, ternyata tidak diterbitkan lagi, dan memang dari kedua buku yang saya temukan, tidak lagi bersampul dan kertasnya agak-agak kekuningan sebagai bukti telah lama disimpan dalam ruangan yang agak lembab sehingga menghasilkan reaksi kimia (asam) pada permukaannya, buktinya di beberapa bagian yang terkspos dengan udara timbul warna kekuningan.

But who cares, setidaknya saya dapatkan buku edisi pertamanya. Dari twitter kemarin-kemari saya tahu bahwa Ayu Utami akan meluncurkan sequel buku Bilangan Fu atau seri ketiganya, yaitu Maya bersamaan dengan buku induk Bilangan Fu. Ternyata masih ada juga orang seperti saya yang penasaran sekali dengan buku induk ini.

Okay, it lasted for just a few days, dan saya tidak lagi begitu tertarik dengan buku induk ini, karena sejujurnya agak berat dan lebih banyak lagi menggali bahasa-bahasa yang menurut saya agak filosofis, sehingga saya sendiri kurang menikmatinya atau sekedar melewatkannya karena tidak begitu saya mengerti artinya. Tokoh-tokohnya tetaplah Sandi Yuda, Marja, dan Parang Jati. Saya sekarang pun masih sampai pada bagian petualangan Sandi Yuda dan Parang Jati di Watugunung, kira-kira maish seperlima dari bagian buku secara keseluruhan. Yang mungkin saya sedikit nikmati adalah jokes buku ini yang natural, terutama pemikiran dari Sandi Yuda yang manusia sekali.

Hal yang membuat saya sedikit megerutkan dahi adalah karakter dari Parang Jati. I don't know why, but he seems not as the same as the real Jati i've found in the two other books. Maksud saya, it seems not him at all. Parang Jati mungkin masih sama, dengan pemikiran dan pengetahuannya yang luas dan ketertarikannya akan preservasi dari budaya. Kemudian saya lihat kembali di twitter yaitu informasi dari Ayu Utami bahwa ketiga buku Bilangan Fu yang telah terbit tersebut tidaklah kronologis atau sederhananya berurutan waktunya, untuk itu dapat dibaca dengan dari yang lebih ringan terlebih dahulu, yaitu Manjali dan Cakrabirawa, kemudian Lalita  dan terakhir Bilangan Fu. Tak heran, karena urutan bacaanya juga sama dengan yang saya lakukan, sehingga saya sudah tersihir dulu (agak lebay) dengan buku seri pertama  Manjali dan Cakrabirawa

Permulaan buku Bilangan Fu  ini lebih menceritakan mengenai awal pertemuan dari Sandi Yuda dan Parang Jati yang tidak disengaja. Keduanya adalah mahasiswa di Bandung, namun tidak pernah bertemu sebelumnya. Sandi Yuda adalah seorang pemanjat tebing yang lebih suka menempatkan dirinya jauh dari keramaian dan keriuhan kota. Dia dan teman-teman segeng pemanjatannya sering berkelanan dari satu tebing ke tebing lagi untuk melakukan pemanjatan. Sementara itu Parang Jati adalah mahasiswa Geologi ITB anak angkat seorang  spiritualis di daerah tempat Watugungung bernyanyi,  yaitu Suhubudi yang disegani masyarakat setempat. Parang Jati suka menggabungkan prinsip ilmu tanah yang dikelutinya dengan budaya atau cerita rakyat yang sering disangkut pautkan dengan terjadinya sebuah tempat. Kalau menurut saya, Parang Jati itu lebih kepada seorang Arkeolog, namun dengan dia belajar geologi, Parang Jati mungkin tahu dan berusaha untuk mengembangkan preservasi terhadap peninggalan yang bersejarah secara fisik, termasuk dengan cerita-cerita atau budaya yang berkembang dalam masyarakat. 

Overall, buku ini memang tak diragukan lagi, begitu pula dengan kemampuan Ayu Utami dalam menggali dan mengembangkan satu topik ke topik lain. Bilangan Fu ini sarat dengan kebudaayaan dan cerita-cerita yang berkembang dalam masyarakat, kalau di Indonesia tentu saja lebih bersifat mistis apabila suatu kejadian dikaitkan dengan kepercayaan leluhur rakyat. Intinya, meskipun orang-orang Indonesia telah memeluk ajaran agama, bahkan telah mengetahui apa yang dipantangkan atau yang tidak, masyarakat masih merasa tidak nyaman kalau mereka meninggalkan takhayul, sederhananya masih ada saja orang-orang  yang menaruh percaya kepada takhayul, hal-hal berbau mistis dan lain-lain.

I recommend this book to readd, yahh meskipun mungkin agak tersendat-sendat membacanya. Saya tidak sabaran lagi menunggu Maya, karena katanya lebih banyak membahas petualangan Parang Jati. Mungkin yang membuat saya tertarik dengan Parang Jati - meskipun dia lebih banyak dibahas dalam Manjali dan Cakrabirawa - namun saya masih belum bisa membaca pikiran dari Parang Jati (agak lebay dan melankolis). Di buku induk Bilangan Fu, memang penceritaanya mengambil sudut pandang orang pertama, yaitu Sandi Yuda,sehingga tentu saja saya belum bisa mengetahui apa yang dipikirkan Parang Jati hehehehe.

Sistem Kendali

Semester baru, semangat tidak begitu baru lagi

Hari ini kelas pertama dimulai dengan kelas Sitem Kendali. Memulai pembahasan, sang dosen bertanya kepada para mahasiswa adakah yang ingin berpendapat mengenai 'kendali' itu..

Setelah beberapa saat, seseorang ngacung dan berkata kira-kira seperti ini: Kendali itu adalah bagaimana kita dapat menghasilkan sebuah produk (misalnya) sesuai dengan  yang kita inginkan. Pendapat ini tidak salah, namanya juga pendapat kan relatif.

Setelah searching sana searching sini, pendapat teman saya itu memang tidaklah salah. Dalam sistem kendali (menurut dosen) ada campuran dari bidang-bidang ilmu yang lain, yaitu Sinyal dan Sistem, Matematika Teknik dan banyak lagi lainnya. Sistem kendali ini berkenaan dengan input dan output. Dalam sebuah pemrosesan atau sistem, output merupakan aspek yang dikendalikan, sementara input merupakan aspek yang mempengaruhi output tersebut, sedangkan sistem masukan dan keluaran atau proses tersebut ialah sistem kendali yang kita maksud.

Intinya dari pelajaran yang saya dapatkan hari ini adalah bagaimana perancangan sistem kendali (proses) itu bisa kita desain sedemikian rupa agar menghasilkan output sesuai dengan yang kita inginkan.

Secara umum dalam perancangan suatu sistem, kita mengenal istilah try and error, namun dalam kenyataannya, tidak semua bidang yang bisa diterapkan try and error, misalnya pembangkit tenaga nuklir, tentu saja kita tidak bisa menggunakan try and error karena dapat dibayangkan bagaimana efek dari error yang bisa terjadi kalau-kalau percobaan yang kita lakukan tidak berhasil. Untuk itu diperlukan sebuah metodologi lain dari sistem kendali yang bisa kita gunakan.

Perancangan sistem tersebut dimulai dengan Modelling, Analysis, Design, Performance evaluation untuk kemudian diimplementasikan (Implementation).

Contoh lain dari sistem kendali mula-mula ialah Fly Ball Governor yang diciptakan oleh James Watt dan Control Loops in  A Nuclear power plant. Selain itu masih banyak lagi implementasi dari sistem kendali ini. Yang pernah saya dengar sih, untuk peminatan kendali biasanya dibutuhkan di bidang-bidang seperti perminyakan, yaitu kendali jarak jauh (remote control) yang biasanya dibutuhkan untuk mengukur tekanan minyak di bawah tanah, keberadaan uap air dan gas melalui sensor, dan sistem robotika seperti mesin-mesin di pabrik yang -kalau dalam bayangan saya- dikendalikan dengan satu tombol. Tampaknya sangat rumit memang, namun kalau dilihat-lihat bidang pekerjaan untuk peminatan kendali saat ini cukup menjanjikan.

Ok, at last that's all for today, i hope that this term would be as much as good than the other terms i've had.

Kamis, 15 Agustus 2013

Life buzz part-2

Ini bagian kedua! Sebenarnya tidak terencana, sekedar ingin mengungkapkan pikiran saya saja. Saya sadari akhir-akhir ini sosial media seakan-akan jadi salah satu pusat hidup saya (a little bit embarassing ujung-ujungnya), terutama twitter.
Am not a social butterfly atau twit-junkie yang bisa nge-twit setiap harinya. Saya cukup jadi pengamat, bukan kepo, tapi saya sadar banyak hal yang baru yang kita ketahui dari twit orang lain, of course it's none of their personal bussiness. Saya suka mantengin timeline yang membahas isu-isu sosial masa kini (though  i am not a  very social person), bahkan yang diistilahkan dengan twitwar, terkadang sangat menggoda untuk disimak. I was like a spectator of the Gladiators fought in Colloseum.
Oke mengenai twitter, kalau menurut saya itu sebagai salah satu jendela informasi, menurut orang lain mungkin beda lagi. I really don't know to say this phenomenon. Tapi orang-orang di twitter cenderung menunjukkan sisi manusianya (agak filosofis) ingin didengar, ingin diperhatikan, sebagian mungkin ingin kepo, sebagian mungkin berharap orang yang mantengin twitnya akan berkata oohhh, jadi si A begini, hebat... jadi dia punya beginian..kereen dan lain-lain. Saya juga suka kok mantengin timeline orang-orang (karena Lalita saya terpengaruh psikoanalisa) what they're thinking, how's their outer and visible character.
Kemarin sekali saya baru mantengin TL seorang seniman. Tertarik sekali membaca his piece of mind tentang  IQ Melati, saya kurang tahu kenapa disematkan kata 'Melati'. Cocok sekali dengan apa yang pernah saya alami. Sang seniman mungkin sedikit kecewa dengan oknum-oknum yang -- kalau menurut saya dan yang saya tangkap-- sedikit meremehkan profesinya. Sang seniman memberikan contoh seperti ini: Dalam pembangunan sebuah jembatan hanya diperlukan pandangan seorang ahli sipil dan mengabaikan pandangan dari seorang seniman. Intinya segala sesuatu sebenarnya dapat dipandang berbagai sisi oleh orang yang berbeda-beda keahlian, anak teknik sipil mungkin melihat jembatan tersebut dari segi struktur dan ketahanannya, sedangkan seorang seniman mungkin melihat sisi estetikanya (o God i ain't no knowing anything about the aesthetic aspects) kegunaanya, arti nilainya. 
And that was happened to me. Like i said before, am not a social butterfly (that's what makes me a little bit calmer and literally tend to not deliver what i've thought), and i'm really considerate about what other people feel. Di kampus sang rektor berkata, "..kita ini anak teknik yang mempelajari ilmu pasti. Kalau di kita, satu ditambah satu pasti sama dengan dua, itu tidak terbantahkan, tapi bagi fakultas sosial, satu ditambah dengan satu belum tentu bernilai dua." Bahkan ada yang bilang.."kamu disini belajar kalkulus, matematika, kalau fakultas sebelah cuma nambah-nambah dan pengurangan". Tentu saja saya tidak pernah menyatakan ini di depan teman-teman saya secara  i'm not too good in math dan lagi seandainya saya anak 'fakultas sebelah' saya mungkin merasa tersinggung karena seakan-akan diremehkan dalam matematika (maunya apasih).
Saya mencoba mengingat-ingat pernahkah saya meyombong di depan teman-teman tentang ilmu yang saya dapatkan (ketika sedang adu argumentasi mengenai sebuah topik). Mungkin sekali pernah (menurut mereka). 
Suatu kali saya beradu argumentasi dengan seorang teman mengenai isu politik yang sedang menghangat dan itu mengenai ilmu ekonomi. Dan begitulah saya langsung kicep ketika dia berkata dia anak ekonomi  yang diartikan sudah tentu dia yang lebih tahu secara teoritis (kami membicarakan how to, the ways out bukan apa, dimana, siapa yang adalah fakta) dan mungkin saya memang tidak tahu apa-apa. Mungkin saya bisa membela diri dengan kata-kata pak rektor, itu ilmu pasti kah? Bahkan dalam ilmu pasti mesin yang terkalibrasi secara maksimal pun sudah memperhitungkan nilai error yang terjadi. Jadi bagaimana dengan ketidakpastian? seberapa besar error yang mungkin. Manusia yang sosio bukanlah mesin yang diprogram dengan sedetil mungkin. Manusia yang satu belum tentu sama dengan manusia lainnya. Kalau mesin dirancang dengan memperhatikan keadaan lingkungan dan error yang mungkin terjadi, manusia sangat mungkin mengalami influktuasi yang drastis karena lingkungannya, dan mungkin saja dalam satu kondisi manusia A mengalami jenis effect yang berbeda dengan yang lainnya.
Di lain kesempatan saya beradu argumentasi dengan teman yang punya passion di bidang biologi dan kedokteran. Saya menyampaikan apa yang pernah saya dengar dari sebuah acara televisi (tentu saja bukan buah pemikiran saya, yang artinya itu adalah fakta) yang dipresenteri oleh seorang dokter kenamaan (dr. Hembing). Reaksinya tentu saja teman saya mempertahankan idenya bahwa hal itu (yang saya ungkapkan tadi) tidaklah logis dan medically unrelated. Yang saya pikirkan waktu itu, yah mentang-mentang kamu yang punya cita-cita sedangkan saya yang tidak punya passion sama sekali. Saya thinking positively saja kemungkinan besar dia tidak tahu dr. Hembing, maklum anak-anak dulu siapa sih yang tertarik menyaksikan acara-acara talkshow, saya juga terpaksa menontonnya (because of my mum and she said after that show.."dengar itu jangan makan es melulu" and then she would always heat the food before supper).
Sebagai refleksi saya saja -hal ini pun sering terjadi pada saya- kita benar-benar ingin expert di bidang kita sendiri, merasa malu kalau ada orang yang dari bidang lain yang mungkin punya informasi lebih tentang bidang kita. Tapi sebenarnya dengan malu kita sama saja dengan  yang disebutkan oleh sang seniman tadi, orang-orang dengan IQ Melati, yang menganggap bahwa sesuatu hal hanya bisa dipandang secara teknis dan mengabaikan unsur-unsur pembentuk lainnya (hal yang mungkin bukan expertise kita). Intinya, selalu sadari bahwa kita punya kekurangan, meskipun kita terkadang tak tahu dimana kekurangan kita hehehe. Layaknya perspektif dan dimensi, terkadang 3D lebih efektif dibanging 2D, jangan dipandang dari satu sisi saja meskipun itu yang paling menonjol.

Selasa, 30 Juli 2013

Life buzz

Mengatur waktu itu sulit, tetapi lebih sulit untuk tetap bertahan dengan komitmen yang sudah kita buat. Sudah seminggu lebih saya tidak nge-blogging. Alasannya, yah sekitaran sibuk. Mungkin bukan sibuk, tetapi banyak hal-hal yang mengalihkan perhatian saya. Saya banyak kehilangan me-time.

Seminggu ini, bacaan fiksi saya nganggur begitu saja, adapun dibaca sedikit-sedikit dan lompat dari satu halaman ke halaman lain. Rasanya sedikit kesal juga 'cause it's my vacation, dan selama ini cuma seminggu rasanya saya punya me-time. At last saya masih bisa commit sama satu target saya selama liburan ini, mencoba hidup sehat hehehe - dalam istilah yang lebih manusiawi. 

Last week, i went to the bookstore -again- trying to look for the new-released books. Hmmm makin banyak buku-buku yang baru rilis dengan kualitas yang lumayan bagus lagi. Belum sempat rampung dengan Lalita, saya akhirnya picking up -untuk yang kesekian kalinya- komik Hai, Miiko, Namaku Miiko dan novel lini Amore Hawa oleh Riani Kasih. Sesampainya di rumah saya bingung buku-buku saya semakin menumpuk dan belum terpikir akan diletakkan dimana. 

By the way, i just love books so much. Bahkan untuk buku-buku textbook dan lainnya yang sebenarnya jarang dipakai. Misalnya textbook dengan tebal minimal enam sentimeter (copy) dan hanya dipakai untuk satu semester saja, rasanya sayang untuk dibuang. Saya malah kepikiran ingin menyimpannya saja selama-lamanya. Saya bahkan masih meyakini mungkin semua textbook itu akan terasa berguna di tahun-tahun terkahir perkuliahan, no wonder, pasti butuh banyak referensi.

Akhir-akhir ini saya sedang berkutat dengan buku rohani Purpose Driven Life. Dari judulnya bisa saya alih-bahasakan : Hidup yang didasari oleh tujuan. Saya ingin berbagi sedikit mengenai buku ini, lebih ke refleksi hidup sehari-hari.
Pada suatu ketika, kita sering ditanyakan apa yang menjadi tujuan hidup kita di dunia ini. Ada yang menjawab : ingin menjadi sukses, menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa, hidup bahagia (yang paling cliche, karena mencakup segala-galanya mungkin) dan masih banyak lagi. Dalam buku ini kita ditanyakan lagi, ketika kita menciptakan sebuah instrumen misalnya, siapa yang mengetahui tujuan dibuatnya instrumen tersebut? Mungkinkah instrumen (alat) itu sendiri, atau the creator, kita sendiri?
Dari sini saya manggut-manggut- Oiya. The creator knows what for we are made. Tuhan yang menciptakan kita, sehingga Dia tahu untuk apa kita diciptakan. Jadi, supaya kita tahu tujuan hidup kita, tanyakan semuanya pada Tuhan. Satu hal yang pasti, tujuan kita diciptakan ialah : kita hidup bagi-Nya. Hidup bagi-Nya bukanlah hidup yang senantiasa beroleh kebahagiaan dan kesenangan, terkadang untuk mencapai tujuan hidup, kita harus melalui penderitaan dan banyak masalah. Namun itu semua merupakan proses yang nyata bagi kehidupan kita yang lebih baik. Selalu baik bukanlah hal yang benar-benar baik, namun melakukan hal yang baik adalah hal yang baik karena penderitaan dan masalah pun merupakan hal yang baik untuk kita belajar dan mengalami.

In the end of July i stood and say, this month's gone so fast, but i'd grabbed the most valuable thing: never had such a moment in vacations.

Jumat, 19 Juli 2013

Ngespe dan ngespe

We  need a strategy to get higher and closer to the target

 Step by step method. Ada baiknya begitu, tapi terkadang kita perlu mengubah jangakauan step by step tadi. Mungkin kita biasanya menjangkau dua puluh sentimeter tiap langkah, tetapi karena suatu keadaan, kita dipaksa untuk melangkah lebih jauh lagi jangkauannya, hampir, setengah meter tiap langkah.
 That's what i am doing right now. Kalau orang bertanya-tanya, kenapa ambil SP? Jawabannya seperti yang tadi, a strategic way. Untuk sesuatu yang lebih baik memang butuh pengorbanan, materi, waktu dan lain-lain. Saya bersyukur hanya mengambil satu mata kuliah saja semester pendek ini, sebenarnya bukan alasan yang paling utama, tetapi ada motif lain hehehehe.
 Hari ini menjadi mata kuliah ngespe terakhir saya, tinggal menunggu seminggu kedepan untuk pengerjaan proyek dan UAS tentunya. Saya mengambil mata kuliah Mikroprosesor dan mikrokontroller. It's hard to tell what it is but it's much easier to tell what it's in. Mikroprosesor secara umum bisa kita katakan sebagai pemroses mikro (sangat kecil) yang dapat kita lihat pada CPU misalnya, yaitu prosesor seperti Intel dan AMD, sedangkan mikrokontroller ialah pengendali mikro yang biasa digunakan pada embedded system yang banyak kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari: handphone, traffic light, robot, panel LED berjalan (i don't know what to say), ya pada banyak aplikasi yang telah terkomputerisasi.
Saya bisa katakan bahwa selain hal-hal di atas, perbedaan lain pada mikroprosesor dan mikrokontroller yaitu pada arsitekturnya dimana pada mikroprosesor, prosesor dan memori internal-eksternalnya dihubungkan oleh banyak BUS, sementara pada mikrokontroller, sistem memori, input-output dan lain-lain terhubung pada ssebuah chip yang mengakibatkan jangakauan memorinya sangat kecil.
I can't say no more. Awalnya mata kuliah ini sangat terasa asing bagi saya, untungnya banyak teman-teman yang juga mengambil mata kuliah ini  sehingga saya tidak terlalu merasa underpressure hehehe.
Mikroprosesor dan mikrokontroller juga membutuhkan pemrograman, dan mungkin di sinilah masalah terberat saya, yaitu programming. I never really good at programming, mungkin karena latar belakang saya yang dulunya hanya belajar mengetik dan membuat dokumen excel saat mata pelajaran PTK. But who cares? semua orang punya kesempatan untuk tahu programming, including me, masalah lainnya adalah i need more time than enough- let say it's enough, based on my perspective. Untuk sesuatu yang baru, kita mulai tahap meraba-raba, latihan, membiasakan diri, dan waktu yang dibutuhkan tergantung pada orangnya masing-masing. Tidak semua orang benar-benar memiliki antusiasme yang sama besar pada programming dan tidak semua orang dapat menalarkan logika, instruksi dan eksekusi sebuah sistem dengan sebuah program dalam waktu yang singkat, seperti yang saya katakan, butuh raba-raba dulu.
Beruntunglah saya kalau mata kuliah ini bisa jadi point of interest selama dua bulan terakhir, tidak dicekoki oleh ilmu-ilmu lain, sehingga setidaknya saya bisa fokus belajar meski hasilya masih underexpectation. Ganbatte!
I really hope that one day i could get all the problems i got in class and make it done in this blog. Soon i guess!!
Mungkin kelas hari terakhir ini jadi kelas yang paling saya nikmati karena adanya kuis dan pembahasannya, setidaknya saya sudah bisa mengukur tingkat perabaan saya levelnya sudah naik atau belum. Yah, meskipun akan banyak coretan-coretan merah di kertas kuis yang di-feedback nanti. 
Puji Tuhan, malam ini saya sedikit dikuatkan oleh pebahasan today's Purpose Driven Life chapter. Ketika kita melakukan pekerjaan kita dengan sepenuh hati, fokus kita bergeser dari yang tadinya menginginkan keuntungan, dilandasi kewajiban dan lain sebagainya , akan tetapi kita menjadi lebih fokus pada apa yang kita kerjakan, bagaimana kita mengerjakannya, bagaimana kita dapat mempersembahkannya untuk Tuhan dengan sepenuh hati. Meskipun ilmu saya belum efektif, setidaknya saya menikmati ilmu yang saya dapatkan, sekecil apapun itu, menikmati sore yang sepi di kampus dengan otak yang melilit karena angka heksadesimal, aritmatika assembly language dan register, the frequently fatal aspect in exams hehehe. Sesatkah?
Penutup ngobrol-ngobrol dengan salah seorang teman,"Ini ngespe pertama kita dan terakhir kalinya, no time for sure for ngespe tahun depan"

Jumat, 12 Juli 2013

Paper all the way

Manjali dan Cakrabirawa. Mungkin saya sedikit euforia membaca buku ini sehingga belum sampai membaca ke halaman terakhir, saya sudah terkenang-kenang sekuel pertama dan setelahnya, alias yang ketiga.
Jadilah, pada suatu sore yang sejuk dengan lingkungan kampus yang jarang orang karena sedang libur, saya dan salah seorang teman langsung tancap gas ke toko buku, padahal baru seminggu sebelumnya saya menjejakkan kaki di sana. Hobby sometimes costs a lot.
Saya tidak menyesal kalau uang saku habis untuk banyak buku. Meskipun sering diselipi rasa bersalah karena tidak membuat punya rancangan rencana jangka panjang- seakan-akan salah bikin prioritas. Cita-cita saya yaitu pengen punya such a personal libraby. Untuk mewujudkannya ya harus dimulai dari sekarang, dimana posisi saya sekarang ini masih memungkinkan untuk memiliki waktu luang yang seluang-luangnya.
Di toko buku saya dikejutkan dengan kehadiran buku-buku baru dengan kualitas yang lebih fresh juga. Sedikit merutuk dalam hati kenapa saya tidak sedikit lebih bersabar minggu lalu. Seandainya saya pergi ke toko buku minggu ini, tentu banyak pilihan buku bagus yang bisa dibeli, buku-buku yang tidak terlalu urgenti- menurut saya- bisa dibeli kapan-kapan kan?
Langsung saja saya bergerak ke spot buku yang saya sudah targetkan. Sekuel Bilangan Fu, Lalita. Daripada nanti kebawa mimpi, batin saya. Rasanya tak tenang mendapatkan apa yang seharusnya bisa kita dapatkan. Lebih cepat lebih baik, meskipun akhirnya saya baru dapat meluangkan waktu membacanya....yah..bulan depan setelah semua urusan masa depan selesai hehehe.
Sedikit hasil sneak peek dan internet surfing, buku Lalita ini lebih banyak fokus pada tokoh Yuda, yang jarang muncul di novel Manjali dan Cakrabirawa. 
Buku kedua yang nangkring nungguin saya menjemputnya yaitu  All You Can Eat by Christian Simamora. Saya sebenarnya tidak terlalu suka novel dengan pengarang lelaki, mungkin karena pernah ada suatu hal yang membuat saya berpikir kalau novel dengan pengarang perempuan mungkin lebih cocok bagi saya karena yes, i can feel the way she does. Bukannya ingin membuat suatu steriotip, tapi dari sudut pandang buku yang sering saya baca, saya pasti menarik diri sebagai si pengaranya, dan mau tidak mau, secara naluri saya lebih cocok pada lini yang lebih feminis.
Beberapa novel dengan pengarang pria juga ada beberapa yang masuk daftar favorit saya, misalnya Nicholas Spark dengan Dear John-nya yang maskulin atau Khaled Hosseini dengan buku The Kite Runner  dan  A Thousand Splendid Suns.
Anyway, ini pertama kalinya juga saya baca novel karangan Christian Simamora. Setelah beberapa lembar yang dibaca ternyata cukup asik, tidak berlebihan, tidak banyak berpuitis ria. That's it. Belum mau berharap terlalu banyak, karena masih iseng sneak peek aja.
Can't wait  buat bikin review nya.