Manjali dan Cakrabirawa. Mungkin saya sedikit euforia membaca buku ini sehingga belum sampai membaca ke halaman terakhir, saya sudah terkenang-kenang sekuel pertama dan setelahnya, alias yang ketiga.
Jadilah, pada suatu sore yang sejuk dengan lingkungan kampus yang jarang orang karena sedang libur, saya dan salah seorang teman langsung tancap gas ke toko buku, padahal baru seminggu sebelumnya saya menjejakkan kaki di sana. Hobby sometimes costs a lot.
Saya tidak menyesal kalau uang saku habis untuk banyak buku. Meskipun sering diselipi rasa bersalah karena tidak membuat punya rancangan rencana jangka panjang- seakan-akan salah bikin prioritas. Cita-cita saya yaitu pengen punya such a personal libraby. Untuk mewujudkannya ya harus dimulai dari sekarang, dimana posisi saya sekarang ini masih memungkinkan untuk memiliki waktu luang yang seluang-luangnya.
Di toko buku saya dikejutkan dengan kehadiran buku-buku baru dengan kualitas yang lebih fresh juga. Sedikit merutuk dalam hati kenapa saya tidak sedikit lebih bersabar minggu lalu. Seandainya saya pergi ke toko buku minggu ini, tentu banyak pilihan buku bagus yang bisa dibeli, buku-buku yang tidak terlalu urgenti- menurut saya- bisa dibeli kapan-kapan kan?
Langsung saja saya bergerak ke spot buku yang saya sudah targetkan. Sekuel Bilangan Fu, Lalita. Daripada nanti kebawa mimpi, batin saya. Rasanya tak tenang mendapatkan apa yang seharusnya bisa kita dapatkan. Lebih cepat lebih baik, meskipun akhirnya saya baru dapat meluangkan waktu membacanya....yah..bulan depan setelah semua urusan masa depan selesai hehehe.
Sedikit hasil sneak peek dan internet surfing, buku Lalita ini lebih banyak fokus pada tokoh Yuda, yang jarang muncul di novel Manjali dan Cakrabirawa.
Buku kedua yang nangkring nungguin saya menjemputnya yaitu All You Can Eat by Christian Simamora. Saya sebenarnya tidak terlalu suka novel dengan pengarang lelaki, mungkin karena pernah ada suatu hal yang membuat saya berpikir kalau novel dengan pengarang perempuan mungkin lebih cocok bagi saya karena yes, i can feel the way she does. Bukannya ingin membuat suatu steriotip, tapi dari sudut pandang buku yang sering saya baca, saya pasti menarik diri sebagai si pengaranya, dan mau tidak mau, secara naluri saya lebih cocok pada lini yang lebih feminis.
Beberapa novel dengan pengarang pria juga ada beberapa yang masuk daftar favorit saya, misalnya Nicholas Spark dengan Dear John-nya yang maskulin atau Khaled Hosseini dengan buku The Kite Runner dan A Thousand Splendid Suns.
Anyway, ini pertama kalinya juga saya baca novel karangan Christian Simamora. Setelah beberapa lembar yang dibaca ternyata cukup asik, tidak berlebihan, tidak banyak berpuitis ria. That's it. Belum mau berharap terlalu banyak, karena masih iseng sneak peek aja.
Can't wait buat bikin review nya.